Dirkon Isi Kelas Fellowship Jurnalis Hari Kedua
Bertempat di salah satu ruang rapat kantor PT MRT Jakarta di Wisma Nusantara, siang itu sekitar 15-an jurnalis terlihat serius mendengarkan penjelasan tentang proses pembuatan stasiun bawah tanah kereta MRT Jakarta. Beberapa jurnalis sibuk menulis di gawai atau buku catatan mereka, sedangkan yang lain memilih memperhatikan gambar konstruksi stasiun yang terpampang di layar di depan kelas tersebut. Pertanyaan demi pertanyaan kemudian dilontarkan jurnalis yang berasal dari berbagai media cetak dan daring yang menghadiri sesi itu.
Demikian gambaran suasana kelas kedua dari “Program Fellowship Jurnalis MRT Jakarta” pada Rabu (11/10) kemarin. Sebanyak 20 jurnalis media cetak, elektronik, dan daring tersaring ikut dalam program tahunan yang diadakan oleh PT MRT Jakarta yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para jurnalis dalam meliput isu-isu transportasi publik, terutama perkeretaapian.
Dalam sesi kedua yang mengangkat aspek konstruksi proyek MRT Jakarta itu, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Silvia Halim, menjadi narasumber utama yang mengangkat beberapa keistimewaan teknik konstruksi dan teknologi yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia. “Konstruksi paling utama adalah pembuatan stasiun bawah tanah. Untuk pertama kali di Indonesia, diterapkan metode top down. Biasanya (di Indonesia), pengerjaan penggalian itu digali sampai selesai baru dibangun dari bawah ke atas (bottom up),” jelas ia. “Nah, untuk MRT, kami menggali tanah lalu membangun atap, menyisakan lubang untuk masuk, gali lagi untuk bikin level concourse, lalu gali lagi untuk bikin platform,” papar ia sembari menunjukkan gambar penampang kerangka stasiun. “Hal ini untuk memastikan perkuatan dinding bawah tanah, mengurangi pergerakan tanah sehingga mengurangi kemungkinan dampak retak atau penurunan terhadap gedung-gedung di area konstruksi,” ungkap ia. “Itulah kenapa kami selalu ada rekayasa lalu lintas di mana arus lalu lintas berpindah kiri atau kanan karena pembangunan tersebut, termasuk juga pembangunan entrance stasiun,” papar perempuan yang berkarier belasan tahun di Singapura ini.
Kelas berdurasi sekitar 2-2,5 jam ini dimanfaatkan dengan baik oleh setiap jurnalis untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya kepada narasumber. Bahkan, di akhir sesi, tidak jarang beberapa jurnalis memanfaatkan kesempatan untuk melakukan wawancara langsung demi memenuhi kebutuhan pemberitaan mereka.
Namun, kelas kedua kali ini memang tidak diikuti seluruh peserta terpilih. “Ada teman-teman peserta yang izin karena harus melakukan peliputan,” ujar Ahmad Pratomo, Corporate Communication Specialist PT MRT Jakarta. Tomo mengungkapkan bahwa program masih akan masih menyisakan beberapa sesi lagi. “Rencananya ada lima kelas yang akan diikuti oleh setiap peserta, dan ditambah dengan satu kali kunjungan lapangan ke lokasi proyek.” Narasumbernya pun, lanjut pria yang sudah bergabung di Divisi Sekretaris Perusahaan sejak tahun 2015 silam ini, akan diisi langsung oleh Dewan Direksi PT MRT Jakarta.
Sebelumnya, 20 peserta telah mengikuti kelas pertama yang menghadirkan narasumber Ketua Komisi Teknis Transportasi Dewan Riset Nasional, Prof. Danang Parikesit, yang mengulas materi “MRT dalam Perspektif Pembangunan Daerah” pada Rabu (4/10) pekan lalu.
Rencananya, selama kegiatan kelas ini akan juga dilakukan penilaian dan pemilihan terhadap tiga jurnalis yang akan diberangkatkan ke Jepang untuk mengikuti kegiatan studi banding. [NAS/CP]