Judul: Proyek Infrastruktur Transportasi di Jakarta yang Seksi Dilirik Asing
Kumparan.com, 21 November 2017. Proyek infrastruktur sektor transportasi di DKI Jakarta tampak sangat ‘seksi’ di mata negara lain. Mereka mencoba masuk dan menawarkan sejumlah proyek transportasi canggih dan modern yang bikin penumpangnya merasa nyaman.
Ini sudah dibuktikan setelah Japan Internasional Corporation Agency (JICA) berhasil memperoleh hak konsesi menggarap proyek MRT Fase I rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI). JICA juga disebut ingin melanjutkan proyek MRT Fase II rute Bundaran HI-Kampung Bandan.
Tak hanya MRT, proyek LRT rute Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) juga sudah dilirik investor asing yaitu dari Singapura dan Amerika Serikat (AS). Salah satu investor yang tertarik membiayai proyek ini adalah BlackRock Inc asal AS.
Kabar terbaru juga datang dari proyek LRT Jakarta yang digarap PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Setelah menggarap Koridor I Fase I dari Kelapa Gading-Velodrome sepanjang 5,8 km, Jakpro akan melanjutkan pembangunan Fase II dari Velodrome-Dukuh Atas-Tanah Abang sepanjang 9 km.
Proyek pembangunan Fase II ini dilirik oleh investor asal Korea Selatan, Korea Rail Network Authority (KRNA). Mereka bahkan sudah menyiapkan dana 500 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,7 triiun (kurs Rp 13.500) untuk mendanai proyek ini.
Lantas, apa alasan investor asing tertarik menggarap proyek infrastruktur transportasi di Jakarta?
“Jakarta ini berbeda dengan daerah lain. Uang numpuk di Jakarta, ekonomi di Jakarta. Dengan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Jakarta yang cukup tinggi dibandingkan daerah lain, orang kan menghitung. Ini mesti mampu mereka subsidi. Jadi orang berani untuk investasi di Jakarta,” ungkap Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno kepada kumparan, Selasa (21/11).
Djoko menjelaskan bila dibanding 2 kota besar lain di Pulau Jawa yaitu Bandung dan Surabaya, Jakarta tetap menjadi primadona bagi para investor. Disebut Djoko, salah satu pertimbangan mereka adalah besarnya APBD DKI Jakarta.
“Karena dia melihat APBD Jakarta Rp 70 triliun, Surabaya hanya Rp 7,8 triliun, dan Bandung hanya Rp 5 triliun,” sebutnya.
APBD yang besar ini diharapkan mampu memberikan alokasi subsidi bagi tiket yang dikenakan penumpang nantinya. Sehingga investor tidak perlu takut merugi karena sudah menggelontorkan nilai investasi yang cukup besar.
“Tentunya kalau ada investasi ini positif dan kalau tidak disubsidi tarifnya mahal. DKI itu APBD tinggi jadi berani subsidi. Nilai investasi transportasi itu cukup tinggi apalagi perkotaan. Misalnya untuk elevated bisa 2 kali lipat, misalnya LRT per km investasinya sudah mendekati Rp 500 miliar,” sebutnya.