Menilik kereta MRT Jakarta

Kereta MRT Jakarta yang kini sudah berada di depo Lebak Bulus, Jakarta Selatan. | Wisnu Agung Prasetyo /Beritagar.id
Sekitar 300 hari lagi waktu yang harus dilewati untuk bisa menikmati moda transportasi baru di Jakarta, itulah informasi yang terpajang di laman utama situs MRT Jakarta.
Berdasarkan data terakhir per 25 April 2018, proyek MRT Jakarta secara keseluruhan telah selesai 93,34 persen. Jika semua berjalan sesuai rencana, proyek fase 1 yang mengambil rute Lebak Bulus-Bundaran HI akan selesai pada Maret 2019. Artinya, tahun depan moda transportasi ini sudah bisa dinikmati masyarakat.
Bintangnya, yaitu sang kereta, tiba di Jakarta, melalui Pelabuhan Tanjung Priok pada awal April, setelah mengarungi samudera selama sebulan. Pada tahap pertama ini ada 12 unit gerbong kereta yang datang dan telah sampai disimpan di depo Lebak Bulus.
Satu rangkaian MRT akan terdiri dari enam gerbong dan pada fase 1 bakal ada 16 rangkaian yang beroperasi. Jadi total membutuhkan 96 gerbong. Sisa gerbong bakal datang secara bertahap mulai awal Juli sampai November, dengan 2 rangkaian per pengiriman.
Kehadiran MRT akan melengkapi sistem transportasi rel di Jakarta dan sekitarnya, yang kini telah memiliki kereta api dan kereta rel listrik (KRL). Selain itu, bakal ada juga Light Rail Transit (LRT) yang saat ini tengah dibangun.
Meski sama-sama berbentuk kereta dan ditenagai listrik, ada beberapa perbedaan antara MRT, KRL, dan LRT. Perbedaan utama adalah tempat mereka melintas. MRT akan melalui jalur layang dan bawah tanah, KRL bisa di jalur layang atau atas tanah, sedangkan LRT hanya akan berada di perlintasan layang.
Selain itu, perbedaan lain adalah kapasitas penumpang. MRT, yang terdiri dari 6 gerbong, bisa mengangkut maksimal 1.950 orang. KRL (8-12 gerbong) membawa hingga 2.000 orang dalam sekali perjalanan, sementara LRT (2-4 gerbong) maksimal hanya 600 orang.
Buatan Nippon Sharyo

Dua rangkaian kereta MRT Jakarta yang terparkir rapi di depo Lebak Bulus, Jakarta Utara. | WIsnu Agung Prasetyo /Beritagar.id
Pada Kamis (3/5/2018), Beritagar.id berkunjung ke depo Lebak Bulus untuk melihat langsung kereta MRT Jakarta tersebut.
Kereta tampak modern dengan warna perak sebagai warna dasar bodi, ditambah aksen biru-hitam. Material bodi baja anti-karat membuat bodinya tampak kokoh.
Pembuatan kereta sepenuhnya dilakukan di Jepang, jadi dikirimkan ke Indonesia dalam keadaan utuh, tinggal merangkai.
Kereta tersebut diproduksi oleh Nippon Sharyo, perusahaan Jepang yang bergerak dalam pembuatan gerbong kereta sejak 1896. Mengutip situs resmi perusahaan tersebut, MRT Jakarta memesan 96 gerbong dengan nilai total 13 miliar yen (Rp1,66 triliun).
MRT Jakarta tidak mengizinkan Beritagar.id untuk melihat isi dalam kereta. Namun salah seorang pegawai yang ditugaskan menemani kami menceritakan desain bagian dalam mirip KRL dengan beberapa kursi prioritas.
Bagi penumpang difabel juga disediakan tempat khusus dengan pintu khusus pula yang terintegrasi dengan tiap stasiun. Lokasi pintu khusus difabel tersebut nantinya akan dekat dengan lift yang ada di stasiun, mempermudah akses tanpa harus lewat pintu umum.
Sepenglihatan kami, tidak ada material empuk di dalam gerbong. Dengan kata lain dari kursi, sandaran, dan pegangan, semua terbuat dari plastik. Untuk mempermudah perawatan, demikian penjelasan pihak MRT.
Agak berbeda dengan desain interior Commuter Line, gerbong MRT tidak memiliki kompartemen barang di bagian atas setiap deretan kursi. Tempat menaruh tas atau barang hanya tersedia di atas baris kursi prioritas saja.
Setiap gerbong, jelas sang pegawai yang meminta dirinya disebut sebagai pihak MRT, dilengkapi dua unit pendingin ruangan, papan informasi di atas setiap pintu, alat pemadam api ringan, alat pengaktifan pintu darurat, dan interkom darurat yang terhubung ke petugas.
Selain itu, menurut dia, ada dua kamera CCTV di setiap gerbong, masing-masing dipasang di ujung gerbong tersebut.
Satu rangkaian kereta bisa melesat hingga kecepatan 100 km/jam.
Masih ada masinis
Tidak seperti MRT di Singapura yang beroperasi tanpa masinis, MRT Jakarta masih menghadirkan pengemudi di setiap rangkaian, walau semua sistemnya telah diatur langsung dari pusat kendali operasi (OCC) di depo Lebak Bulus.
Petugas yang menemani kami menjelaskan keberadaan masinis masih diperlukan untuk mengantisipasi perilaku warga yang mungkin masih “kaget” dengan kehadiran MRT.
Masinis dihadirkan untuk mengatisipasi masalah yang tak diinginkan, misalnya jika penumpang memaksa masuk saat kereta penuh atau sudah mau jalan sehingga ada yang terjepit. Jika itu terjadi, masinis diberi wewenang melakukan operasional manual.
Setelah beroperasi nanti, MRT Jakarta diperkirakan bisa melaju dari Lebak Bulus ke Bundaran HI atau sebaliknya dalam waktu 30 menit. Untuk jam-jam sibuk seperti pagi atau sore hari, MRT Jakarta menjamin kereta akan tersedia setiap 5 menit sekali.
Selain itu, guna mempermudah akses para penumpang, MRT Jakarta melakukan rencana kerja sama dengan lokasi-lokasi yang memungkinkan untuk diintegrasikan ke stasiun, baik yang berada di bawah tanah maupun stasiun layang.
Sejauh ini sudah ada 43 pemilik lahan sekitar stasiun MRT–seperti Plaza Permata di Jalan Sudirman dan Plaza Indonesia di Jalan M.H. Thamrin–yang berminat untuk memberikan jalan pintas dari gedung mereka ke stasiun.