Direktur Keuangan Paparkan Skema Pendanaan MRT Jakarta Fase 1 dan 2
Pada kelas kedua dalam program “Fellowship Jurnalis 2019” ini, Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi, Tuhiyat, memberikan materi terkait skema pendanaan pembangunan proyek MRT Jakarta fase I dan rencana pendanaan fase 2. Di hadapan 19 jurnalis yang hadir pada Selasa (19-11-2019) lalu di Kantor Pusat PT MRT Jakarta di Gedung Wisma Nusantara pagi itu, Tuhiyat menyampaikan skema pendanaan three sub level agreement yang digunakan dalam membangun proyek moda raya terpadu pertama di Indonesia tersebut. MRT Jakarta adalah proyek pertama di Indonesia yang menggunakan skema seperti ini.
“Total pinjaman dari Jepang (melalui JICA) adalah sebesar Rp14 triliun. Itu sekitar ¥125 Milyar. Nah, 49 persennya atau sekitar Rp7 T dibebankan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Pemerintah Pusat RI. Dengan kata lain, dihibahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” jelas ia. “Sedangkan 51 persen sisanya atau sekitar Rp 7,3T dibebankan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bentuk pinjaman yang harus dikembalikan dalam jangka waktu 40 tahun, termasuk 10 tahun masa tenggat (grace period),” tambah ia. Namun, lanjut ia, untuk fase 1 ini ada penambahan anggaran sekitar Rp2,5 triliun sebagai konsekuensi adanya variations order dan price adjustment. “Dana tambahan ini, prosesnya akan diikutkan dalam perolehan dana pembangunan fase II. Penambahan ini juga sudah mendapat persetujuan dari DPRD Provinsi DKI Jakarta,” terang ia.
Tuhiyat juga menyampaikan bahwa PT MRT Jakarta tidak mengelola dana pinjaman tersebut. “Dana proyek tidak ada di kami. JICA membayar langsung ke setiap kontraktor yang mengerjakan proyek ini. PT MRT Jakarta, bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Direktur Jenderal Perkeretaapian, hanya melakukan verifikasi terhadap laporan pengeluaran dan tagihan/invoice yang diberikan oleh kontraktor. Hasil verifikasi inilah yang diteruskan ke Kementerian Keuangan RI yang meneruskannya ke JICA,” tegas ia.
Lebih jauh lagi, Tuhiyat juga menyebutkan bahwa di fase 2 nanti, pembiayaannya masih memakai skema yang sama dengan fase 1. “Masih memakai pinjaman JICA sampai Ancol Barat. Fase 2 membutuhkan dana sekitar Rp22,5 triliun, itu baru sampai Kota. Kalau sampai Ancol Barat, kira-kira butuh tambahan sekitar Rp4 triliun,” jelas ia. Selain tentang skema pembiayaan, Tuhiyat juga menyampaikan komponen pendapatan PT MRT Jakarta. “Komponen pendapatan PT MRT Jakarta terdiri dari tiga bagian, yaitu subsidi sebesar 58 persen, tiket (fare box) 18 persen, dan non-tiket (non-farebox) sekitar 18 persen, yang terdiri dari iklan, telekomunikasi, retail, dan hak penamaan. Landasan dan skema subsidi MRT Jakarta berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 107 tahun 2019 tentang Subsidi Moda Raya Terpadu dan Lintas Raya Terpadu,” pungkas ia. [NAS]